English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kewajiban Mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah

Setelah memaparkan sejarah perkembangan madzhab-madzhab fiqih dan perselisihannya, penulis ingin mengingatkan beberapa masalah. Semoga bermanfaat bagi siapa yang dikehendaki Allah dari hamba-hamba-Nya.

Pertama, Kewajiban Mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah[i]

Ketahuilah, hampir tidak terhitung banyaknya dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mewajibkan para mukallaf untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”(al-A’raf: 3)

Yang dimaksud dengan, “Apa yang diturunkan kepadamu” adalah al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjelaskan isi al-Qur’an tersebut, bukan pendapat orang.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُودًا

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (an-Nisa: 61)

Ayat ini menunjukkan, barang siapa yang diajak untuk mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah tapi ia malah menghalang-halanginya, maka ia termasuk golongan orang munafik. Karena yang dijadikan sebagai pertimbangan aialah keumuman lafal, bukan sebab-sebab yang khusus.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (An-Nisa’: 59)

Mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mengembalikannya kepada al-Qur’an dan as-Sunnah setelah beliau wafat.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga mengaitkan sikap mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, ketika terjadi perselisihan, dengan keimanan, sebagaimana firman-Nya, “Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah.” Dengan demikian dapat dipahami, apabila seseorang mengembalikan perselisihan kepada selain Allah dan Rasul-Nya, berarti orang tersebut tidak beriman kepada Allah.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,” (Az-Zumar: 55)

Tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an adalah sebaik-baik apa yang telah diturunkan Allah kepada kita, dan Sunnah menjelaskan isi kandungan al-Qur’an tersebut. Allah mengancam orang yang enggan mengikuti sebaik-baik apa yang diturunkan-Nya kepada kita, dengan firman-Nya:

مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,”(Az-Zumar: 55)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

“yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Az-Zumar: 18)

Tidak dapat disangkal lagi, al-Qur’an sunnah Rasul-Nya jelas lebih baik dari pada pendapat manusia.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”(Al-Hasyr: 7)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Al-Hasyr: 7)

Ayat ini berisi ancaman keras terhadap orang-orang yang tidak mengamalkan Sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Apalagi jika ia menganggap pendapat seseorang lebih baik dari pada sunnah beliau.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat” (Al-Ahzab: 21)

Uswah artinya teladan yang diikuti. Karena itu, seorang Muslim wajib menjadikan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai teladannya, yaitu dengan mengikuti sunnah beliau.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)

Dalam ayat ini, Allah bersumpah bahwa mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai hakim dalamsegala urusan yang mereka perselisihkan.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak memenuhi seruanmumu, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Qashash: 50) [2]

Memenuhi seruan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, setelah wafatnya, adalah dengan kembali kepada sunnahnya, yang merupakan penjelasan terhadap isi kandungan al-Qur’an.

Dalam al-Qur’an disebutkan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengikuti sesuatu pun kecuali wahyu yang diturunkan kepadanya. Dan, barangsiapa yang menaati beliau, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِن تِلْقَاءِ نَفْسِي ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۖ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

“Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”. (Yunus: 15)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

قُل لَّا أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَ

“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (al-An’am: 50)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ

“Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”. (al-Ahqaf / 46: 9)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman tentang para Nabi:

قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْ

“Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu” (al-Anbiya’ / 21: 45)

Pada ayat tersebut, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberi batasan dalam memberi peringatan hanya sebatas wahyu yang diturunkan, tidak boleh lebih dari itu.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِن ضَلَلْتُ فَإِنَّمَا أَضِلُّ عَلَىٰ نَفْسِي ۖ وَإِنِ اهْتَدَيْتُ فَبِمَا يُوحِي إِلَيَّ رَبِّي

“Katakanlah: “Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku.” (Saba’ [34]: 50)


Sumber:

Shahih Fiqhis-Sunnah juz 1, Abu Malik Kamal As-Sayyid, pada terjemahan Pustaka at-Tazkia, Cetakan keempat, hal. 37-41

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Renungkanlah : Betapa Bodohnya Kita Jalani Hidup Ini, Jika SMS Masuk Kita Cepat baca Dan Balas, Kenapa Pada Waktu Masuk Sholat Kita Tidak Cepat Laksanakan, Isi Ulang Pulsa Rp.5000-100.000 Kita Sanggup, Tapi Kenapa Sedekah Rp.100-10.000 Terasa Berat, Waktu Mandi Macam2 Lagu Dinyanyikan, Tapi Kenapa Waktu Makan Bismilahpun Kita Lupa, Bila Pulsa Habis Susah Payah Kita Tebus, Kenapa Kita Tidak Tebus Dosa-Dosa Yg Telah Kita Lakukan ?

Gabung yuk di Facebook

Template by:
Free Blog Templates