By K.H. Athian Ali M. Da’i, MA |
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon buruk yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun” (QS. Ibrahim, 14;24-26)
Para “Mufasir” (Ahli Tafsir) sepakat bahwasanya akar pohon yang ditamsilkan dengan Kalimah Thoyyibah adalah kalimat Tauhid, “Laa ilaaha illallah”. Artinya, seorang yang dalam hidupnya tidak berakar kepada prinsip akidah “laa ilaaha illallah”, tidak ubahnya pohon yang tidak berakar, atau akarnya sudah terangkat dari dasar tanah. Pohon seperti itu jangankan berbuah sehingga bermaslahat terutama bagi mereka yang hidup di sekitar pohon tersebut, bahkan untuk bertahan hidup saja mustahil. Pada ayat lain, Allah SWT menggambarkan orang-orang yang tidak beriman (kafir) adalah, “Mereka orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”(QS. Al Kahfi, 18:104).
Dalam berbagai hadits, Rasulullah Saw menyatakan bahwasanya kalimat Tauhid, “laa ilaaha illallah” itu tiket seseorang untuk masuk surga sekaligus membebaskannya dari ancaman keabadian di Neraka Jahannam. Akar akidah inilah yang selama ini coba digerogoti oleh segelintir orang di negeri ini, ironisnya mereka mempergunakan nama Islam atau atribut-atribut Islam, yang tentunya dimaksudkan agar lebih memudahkan tercapainya tujuan mereka menyesatkan sesuatu yang termahal bagi kehidupan mu’min, yakni akidah.
Berbagai macam virus yang telah menjangkiti akidah sebagian ummat terutama mereka yang tidak memiliki akar akidah yang kokoh, di antaranya virus yang cukup berbahaya bagi ummat, khususnya generasi muda adalah virus yang popular dengan sebutan “Sepilis’ (Sekularisme, Plurarisme dan Liberalisme) karena di samping metoda pendekatan mereka yang banyak bermain dengan logika, juga karena beberapa tokohnya sudah “kadung’ dikenal di masayarakat sebagai “Cendekiawan Muslim” dan atau ulama/kiai.
Virus sekularisme telah lama menjangkiti dan menggerogoti akidah sebagian ummat di negeri yang “konon” mayoritas muslim. Terbukti tidak sedikit di antara para ulama dan tokoh-tokoh Islam yang sudah tidak merasa terancam keislamannya dengan dzalim dan fasik (QS. Al Ma-idah, 5 : 45,47) atau bahkan kufur (QS. Al Ma-idah,5:44) tatkala mereka tidak mempergunakan wewenang yang dimilikinya untuk menetapkan dan atau melaksanakan syariat Islam secara “Kaffah” (Integral) mencakup seluruh aspek hidup.
Sementara virus liberalisme yang dulu hanya milik Iblis, kini telah berhasil disebarkan Iblis kepada kelompok ini. Mereka dengan takabburnya menuhankan hawa nafsu (QS. Al Furqaan, 25:43; Al Jaasiiyah, 45:23) dan akal mereka dengan menolak bahkan melecehkan syariat Allah SWT yang tidak cocok dengan akal mereka. Benar dan salah adalah yang benar dan salah menurut akal. Dengan gegabahnya mereka nyatakan “Tuhan telah mati” karena Tuhan yang sesungguhnya adalah akal mereka. Kalaupun mereka masih meyakini dan menjalankan sebagian syariat, maka hanyalah sebatas ajaran agama yang selaras dan dapat dibenarkan akal mereka.
Sesuai dengan namanya, mereka benar-benar merasa memiliki kebebasan mutlak yang tidak boleh dibatasi siapa pun bahkan oleh Allah SWT. Ini tentu saja bertolak belakang dengan keimanan seorang muslim yang mengakui tidak ada kebebasan mutlak dimiliki manusia. Satu-satunya kebebasan yang dianugerahkan Allah SWT sebagai Al Khalik kepada manusia sebagai makhluk hanyalah kebebasan memilih untuk beriman atau kafir (QS.Al Kahfi, 18 : 29).
Bila seseorang memilih mu’min, maka sudah tidak memiliki kebebasan lagi, karena yang bersangkutan sudah harus “Aslama – Islam” (tunduk, patuh, taat) terhadap syariat Allah SWT, dimengerti atau tidak dimengerti oleh akalnya. Sepanjang syariat itu ditetapkan dengan Nash yang Qath’i (Al Qur’an dan As Sunnah) yang tergolong ayat Muhkamat. Akal hanya diberi kebebasan berijtihad terhadap hal yang tidak ada Nash atau Nashnya “dzanni” (mengundang keraguan), “tsubuut” (hadits shoheh atau bukan) atau “dalaalahnya” (pengertiannya yang dapat mengundang berbagai interpretasi). Bila Iblis dinyatakan gugur keimanannya dan dilaknat Allah SWT karena dengan logika sesatnya mengkufuri “satu” aturan Allah SWT. Di negeri ini, tokoh kelompok ini malah diberi gelar Cendekiawan Mslim atau ulama.
Virus akidah lainnya yakni pluralisme terbilang sangat aneh bila dilihat dari prinsip dasar keyakinan akan hakikat kebenaran, Sungguh sulit diterima akal sehat bila dua atau tiga hal yang secara prinsip bukan hanya saja berbeda, bahkan sangat bertentangan, lalu dinyatakan kelompok ini semua benar dan selamat. Setiap orang yang memiliki keyakinan pasti akan sulit memahami pandangan seperti ini. Logika yang paling sederhana, bila seseorang meyakini suatu kebenaran maka pada saat yang sama ia akan meyakini sesat segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya,
Menurut kelompok ini, setiap amal sepanjang bermaslahat bagi orang lain, maka ia menjadi amal shaleh apa pun agama yang diyakininya. Padahal sebagaimana ditamsilkan dalam QS. Ibrahim ayat 24-25 tersebut di atas, bahwa hanya dengan akar yang benar (Kalimat Tauhid) pohon tersebut dahan dan rantingnya menjulang ke langit (Habluminallah) dan berbuah yang buahnya bisa dinikmati oleh masyarakat yang hidup di sekitar pohon tersebut (Hablumminannaas). Seperti halnya kaum liberalism, kelompok pluralisme juga menuhankan akal mereka. Mereka interpretasikan satu-dua ayat sekehendak mereka tanpa memperdulikan kaidah-kaidah tafsir dan tanpa mau peduli bila pandangan mereka nyata-nyata bertentangan dengan sekian puluh bahkan ratus ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan tentang maksud ayat yang mereka artikan secara serampangan.
Ketiga virus ini memang baru menyesatkan segelintir ummat di Negeri ini. namun kehadirannya harus terus diwaspadai karena tidak mustahil bisa menjangkiti ummat yang lemah akidahnya.
Wallahu a’lam bish-shawab